Penampilan buah kesemek yang sudah direndam larutan kapur |
Katumbiri
It's all about how colorful life is
Monday, July 11, 2022
Kesemek si buah genit
Saturday, September 26, 2020
Rujak Buni
Di Bogor semakin jarang melihat buah buni. Jangankan melihat, banyak pula yang tidak tahu buah buni. Apalagi rujak buni.
Spanduk yang menarik minat |
Saya menemukan seorang penjual rujak buni di daerah Sawah Baru, dekat pertigaan jalan Raya Dramaga dengan jalan baru yang menuju ke arah terminal Laladon. Sebelumnya saya telah beberapa kali melewati penjual tersebut, tetapi rasa penasaran saya tidak cukup kuat untuk menghentikan kendaraan yang saya kendarai dan membelinya, sampai akhirnya siang ini saya mampir juga.
Gerobak Rujak Buah Buni Bogor |
Rujak buah buni menggunakan bahan-bahan yang sederhana antara lain buah buni segar yang telah berwarna merah, cabe rawit, gula merah, garam dan terasi. Hanya itu. Perbedaan rasa ditentukan oleh takaran rasio bahan-bahan tadi, tentu saja dengan buah buni sebagai bahan yang dominan.
Bang Fai, sang penjual rujak, pertama kali memasukan cabe rawit segar ke dalam ulekan berukuran lebar dan menggerusnya. Setelah halus, lalu gula merah, garam dan terasi dimasukkan kemudian digerus. Buah buni segar yang ditakar menggunakan cangkir plastik yang biasa digunakan untuk mengemas air minum dalam kemasan, langsung ditambahkan dan digerus dengan kuat sampai daging buahnya hancur. Hancuran buah huni tersebut mengeluarkan jus buah berwarna merah keunguan dengan jumlah cukup banyak sehingga tidak perlu ditambahkan air.
Bahan-bahan pembuatan rujak buni |
Setelah seluruh bahan tercampur dengan rata, rujak buni segera dimasukan ke dalam kemasan gelas plastik ber tutup. Barang langka tersebut saya tebus dengan harga Rp. 15,000.
Semua Bahan Diulek Jadi Satu |
Rasanya? Seger banget, lebih enak dan tidak sekecut dari yang saya bayangkan sebelumnya. Tapi ternyata memakan rujak huni ini memerlukan kesabaran juga karena biji buah buni tercampur pula di dalamnya. Bijinya keras dan banyak. Saya gak tahu bagaimana orang lain memakannya, apakah bijinya ikut ditelan atau tidak. Saya memilih dibuang setelah dikunyak-kunyah, lebih tepat dikulum-kulum karena bijinya keras, dan tidak ada rasanya lagi.
Rujak Buah Buni Dalam Kemasan |
Sepertinya lebih praktis kalau dibuat jus ya?
Buah buni dihasilkan oleh pohon buni (Antidesma bunius). Saya belum pernah melihat langsung fotonya, kecuali dari foto hasil googling. Buahnya dapat dimakan segar, dibuat selai atau, konon di Filipina jus buah ini dibuat menjadi tuak. Buah ini disebut juga dengan boni, huni (Sunda), wuni (Jawa), bignai (Filipina).
Bang Fai, Penjual Rujak Buah Buni |
Bang Fai sudah berjualan rujak buni di tempat tersebut sekitar 3 bulan dan bertempat tinggal di daerah Babakan Madang, dekat Sentul.
Kamu sudah pernah makan buah buni atau olahannya?
(Dramaga, 26 September 2020)
Friday, June 19, 2015
Nama Adalah Doa
Sebelum memberi nama anak pertama kami, ada beberapa pertimbangan logis dan emosional yang kami jadikan kriteria. Kami membeli buku berisi daftar nama untuk bayi, lebih dari satu, sebagai alat bantu memilih nama. Semakin banyak pilihan nama, semakin membingungkan. Akhirnya kami coba membuat kriteria untuk memudahkan proses pemilihan. Kriterianya sebagai berikut:
Kriteria 1: nama harus memiliki arti positif, tidak membuat malu atau mendatangkan masalah kelak bagi yang menyandangnya.
Kriteria 2: harus terdiri dari tiga kata. Latar belakang dari kriteria ini saya sebagai bapaknya hanya memiliki satu nama, Imanudin. Tidak ada nama belakang/keluarga, atau nama tengah. Seringkali hal ini menjadi masalah saat harus mengisi formulir di luar negeri, mengisi kartu imigrasi, mengisi formulir online yang umumnya harus mengisi first name, sure name, kadang-kadang middle name.
Kriteria 3: terkait kriteria 2, saya ingin mencantumkan nama keluarga meskipun saya sendiri tidak menyandangnya. Sebenarnya dalam silsilah keluarga saya, tidak dikenal nama keluarga. Tetapi beberapa kerabat mencantumkan nama "Soekardi" atau "Sukardi" sebagai nama belakang. "Soekardi" adalah nama ayah dari bapak saya. Saya memilih nama "Sukardi" untuk nama belakang anak saya. Ejaanya disesuaikan dengan jaman, menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Jadi tidak ditulis "Soekardi".
Kriteria 4: hindari menggunakan huruf "A" atau "Z" sebagai huruf pertama. Kami merasakan betapa tegangnya saat ada tugas sekolah menyanyi di depan kelas, atau harus mengerjakan soal di papan tulis berdasarkan daftar absensi kelas. Umumnya guru memanggil dari urutan pertama atau terakhir, meski kadang secara acak.
Kita mulai dari anak pertama:
NAUFAL PRADANA SUKARDI
Opang adalah anak pertama kami dan cucu pertama bagi orangtua saya, juga bagi orangtua isteri saya. Bisa jadi menjadi cucu yang paling ditunggu oleh orangtua kami. Kami memanggil dia Naufal sejak bayi. Saat Naufal mulai belajar bicara, dia mulai memanggil dirinya Opang. Pasti karena belum bisa menyebut Naufal. Sejak saat itu, kita semua memanggilnya Opang. Tentu saja dengan demikian kami akan terhindar tanggung jawab jika suatu saat panggilan Opang tidak disukai oleh anak sulung kami.
NAUFAL
Kata Naufal adalah ejaan lain dari Nawfal (نَوْفَل), berasal dari bahasa Arab, dengan arti pemuda tampan (handsome), juga dermawan (generous). Kami berharap anak pertama kami menjadi seorang pemuda tampan (baik secara fisik), dan juga dermawan (baik secara sifat).
Abjad pertama yang dipakai adalah bentuk pemenuhan kriteria 4, yaitu menghindari menggunakan huruf "A" atau "Z". Dalam daftar alfabet huruf "N" adalah huruf ke 14, jadi berada di tengah-tengah.
PRADANA
Kami sengaja memilih nama dengan nuansa Indonesia, untuk memberi identitas anak pertama kami. Kami mencari-cari nama yang berarti pertama. Alih-alih memilih kata Perdana, isteri saya memilih kata Pradana. Terkesan lebih eksotik, setidaknya menurut kami.
SUKARDI
Seperti diceritakan di atas, kami menggunakan nama kakek saya untuk nama belakang anak saya.
Opang lahir di Rumah Sakit Salak Bogor pada tanggal 5 Oktober 1998, melalui operasi caesar. Dia menderita kelainan jantung sejak saat dilahirkan. Dokter spesialis jantung menyebutnya dengan Tetralogi Falot (TOF). Jika penasaran dengan artinya, silakan di-google.
Allah telah memanggilnya, lebih dahulu dari kami orangtuanya, tanggal 28 Agustus 2001 pada usia menjelang 3 tahun. Semoga menjadi tabungan pahala bagi orangtuanya dan Allah mengijinkan kami berjumpa dengannya di surga. Insya Allah.
AKMAL FAWWAZ SUKARDI
Akmal adalah anak kedua kami, lahir 9 September 2002, 13 bulan setelah meninggalnya anak sulung kami, juga me1alui operasi caesar. Operasi caesar dilakukan di Rumah Sakit Azra Bogor, meskipun isteri saya pasien Rumah Bersalin Anugerah, Jl. Pemuda, Bogor. Tekanan darah isteri saya terlalu tinggi saat menjelang kelahiran sehingga dokter menilai terlalu beresiko untuk kelahiran normal.
AKMAL
Berasal dari kata dalam bahasa Arab (أَكْمَل) yang berarti lengkap (complete), sempurna (perfect). Kata Akmal dipilih sebagai perwujudan doa kami kepada Allah semoga anak kedua kami dilahirkan dengan kondisi sempurna, tidak ada kelainan apapun (mengacu kepada kondisi anak pertama kami), baik lahir maupun batin.
Kali ini kami melanggar kriteria 4, dengan memilih huruf "A" sebagai huruf pertama. Saat itu kami mencari kata yang paling tepat sebagai doa agar anak kedua kami tidak mengalami masalah seperti anak pertama. Rasanya kami tidak menemukan yang lebih pas dari kata "Akmal". Sebetulnya kata ada alternatif pilihan nama dengan arti dan asal kata serupa, yaitu "Kamal" atau "Kamil". Tetapi isteri saya merasa sudah banyak yang menggunakan kedua kata itu, sehingga dipilih "Akmal" karena terkesan lebih eksklusif.
FAWWAZ
Berasal dari kata dalam bahasa Arab (فَوّاز) yang berarti beruntung, sukses (successful), berjaya (winning, victory, triumph)
SUKARDI
Adalah nama belakang yang berasal dari nama kakek saya.
Akmal, suatu saat nanti mungkin kamu akan membaca ini. Nah, itu latar belakang kenapa kami orangtuamu memberikan nama seperti yang kamu sandang. Sebagai doa tambahan untuk kamu, semoga menjadi anak sholeh yang selalu mendoakan kedua orantuanya, bermanfaat bagi lingkungan sekitaranya, selalu beriman dan istiqomah, dilindungi dari penyakit, marabahaya, serta fitnah, di dunia dan akhirat. Semoga Allah selalu menuntunmu memilih jalan yang benar.
Aamiin.
Wednesday, October 29, 2014
Sawo Duren (Chrysophyllum cainito)
Penjual buah-buahan pun bertebaran di emperan toko. Meski memakan trotoar jatahnya pejalan kaki tetapi tidak terasa mengganggu. Selain buah-buahan yang lazim dijual, misalnya mangga dan jeruk, seringkali pula dijual buah-buahan yang sudah langka. Setidaknya di Bogor.
Kali ini saya melihat buah bundar berwarna hijau dengan semburat ungu. Semakin tua warnanya semakin ungu.
Sawo duren/sawo manila yang dijual di Jl. Suryakancana, Bogor |
Rasa penasaran saya terusik, memaksa saya menghentikan langkah untuk melihat buat tersebut. Penjualnya menyebutnya sebagai sawo manila. Saya membelinya dengan harga Rp. 25,000/kg. Sepertinya mahal, tetapi tidak bagi rasa penasaran saya.
Sesampainya di rumah saya segera belah buah tersebut. Cairan putih encer keluar saat buah tersebut dibelah. Semakin muda buah tersebut maka semakin banyak cairan putihnya.
Penampang buah setelah dibelah |
Informasi nama buah dari penjualnya dan mencecap rasanya tidak membuat rasa penasaran saya terpuaskan. Setelah googling barulah diperoleh informasi lebih banyak. Menurut Wikipedia nama buah ini di berbagai daerah di Indonesia adalah sawo apel, sawo ijo atau apel ijo (Jawa Tengah), sawo hejo (Jawa Barat), sawo kadu (Banten), kenitu atau manécu (Jawa Timur), dan sawo manila (Lampung).
Di negara lain disebut juga star apple karena jika dibelah akan terlihat pola seperti bintang. Sayang saya membelahnya dengan arah yang berbeda sehingga pada foto di atas tidak terlihat pola bintang.
Buahnya lunak setelah matang dan kulitnya tidak bisa dikupas. Untuk memakannya buah harus dibelah. Pada saat dibelah itulah keluar cairan putih encer, terutama pada buah muda. Cairan putih itulah yang membuat buah ini disebut juga milk fruit. Bahkan di Vietnam disebut vú sữa yang secara literal berarti air susu ibu (breast-milk).
Cara memakan buah yang paling praktis adalah disendok (seperti memakan buah kiwi). Hati-hati jangan sampai bagian berwarna ungu dekat kulit luar termakan, karena terasa agak pahit dan kesat. Daging buah di bagian tengah yang berwarna putih terasa manis dan segar, dengan tekstur mirip sawo kecik.
Photo credit: Imanudin (imanusinto@yahoo.com)
Referensi:
http://en.wikipedia.org/wiki/Chrysophyllum_cainito
http://ecocrop.fao.org/ecocrop/srv/en/cropView?id=689
https://www.hort.purdue.edu/newcrop/morton/star_apple.html
http://ntbg.org/plants/plant_details.php?plantid=11871
Thursday, July 4, 2013
The unfinished business
I was taking a ferry and managed to take a shot at the Bai Chay bridge (Cầu Bãi Cháy) which was still under construction at that time.
I've never had a chance to cross over the bridge after it was completely built, till I went back to Indonesia in 2009.
The Bai Chay bridge under construction, photo taken in Feb 2005 |
I feel I have an unfinished business there. I hope I will have a chance to visit the place in the future...
Wednesday, December 5, 2012
A Journey to the Past with Red Banana!
picture copyright: Imanudin
|
The price tag was approx. Rp. 27,000/kg (US $ 2.8/kg), which was way more expensive than Cavendish banana at less than Rp. 15,000/kg. But heck, I don't find it everyday.
I ate it at home. I had to admit that this red banana is not the best banana in the world, but it brought me a time travel to the past.
Note:
The red banana scientific name is Musa acuminata (AAA Group) 'Red Dacca'. Lots information on this banana in Internet, you might want to start from this Wikipedia link here.
Tuesday, October 16, 2012
Yes, I climbed the Mt. Anak Krakatau
Surprise, Minnie was here! I can't imagine somebody brought Minni Mouse to Mt. Anak Krakatau. We're living in the same planet anyway, right? |
But then. the forest disappeared... but I still had my hat. |
The angelic face of Mt Anak Krakatau, facing to the west. It looked smooth, quiet, just like smiling at me! |
I was wondering what the hell they were doing over there |
The devilish face of Mt. Anak Krakatau, facing to the east. It represents powerful anger, show-no-mercy attitude. The volcanic mud/lava keep flowing to the sea. No vegetation on the beach. This is how the island size is growing constantly, also the height. Wikipedia stated that Anak Krakatau has grown at an average height of five inches per week (eq. 6.8m/year) since 1950s |
Mt. Anak Krakatau (foreground) and Mt. Rakata (background, taller volcano) |